Finalis FTP XIV Tingkat SMP
TEATER SPERO
- Sekolah: SMP 2 Kudus
- Naskah: Kapai-kapai
- Karya: Arifin C. Noer
- Sutradara: Virda Eka Pratiwi, S.Pd
- Hari Pertunjukan: 13 Desember 2024
- Pemain: Chaesarzio Altredo Banderas, Adhara Carissa Arief, Natasya Sabrina Aquanitha, Muchammad Rico Satria Pratama, Yudhistira Adinata, Queensha Danish Ajdabiya, Achmad Hisyamudin, Cheryl Almira Wibowo, Alvito Wildan Deannova, Mareta Riskyza Azahra, Fathiya Qaila Hermawan Putri, Azizah Tri Kencana Amperadini, Afiyah Ikhlas Andiyani, Muhammad Attar Al Ghifari, Syasiza Mohana Zasmin, Safira Trixa Yunidianta, Geacilla Ananda Rizkya Pratama, Lathifatu Zahra
- Penata Panggung & Lampu: Farras Nararya Hady
- Penata Rias & Kostum: Dinda Tahta Alfina, S.Hum
- Penata Musik: Amanda Niagara Adriatik, S.Pd
- Kru: Muhammad Rafa Ihrom, Revi Ida Mariska, Kanza Lintang Kinanti, Dmarsya Kiara Assyifa, Riffat Abida Hisanin, Sejatining Satrio Samudro Pramono, Skolastika Damar Luhur Kinasih, Nayla Aluna Widozwari Suroso, Muhammad Keisha Maulana, Hildan Satriya Atmaja, Farras Nararya Hady, Muhamad Farid, Ahsan Qolbi Komaruddin, Dirfa Miftachul Fardan, Syabil Arramadhansyah, Fabian Ararya Syandana, Lionel Ibrahim Movic, Tegar Anggita Rahpujangga, Sandy Aurel Gilberth, Ravi Haris Mulyono, Putro Prabu Pambayu Wisanggeni, Lubna Safinatun Naja, Nadya Hasna Fakhira, Putri Shelomita, Vida Amelia Viorenza, Alfino Julian Azhar, Nindy Dwi Lestari, Bimo Agbar Wicaksono, Equilibria Kuswinata Putri, Nayla Izdyana Putri.
Sinopsis:
Kapai-Kapai adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia dengan segala permasalahan dan pergulatan batin yang mereka hadapi. Dalam cerita ini digambarkan sebuah perjalanan simbolik yang penuh dengan refleksi tentang kehidupan, kematian, dan takdir.
Cerita berfokus pada seorang tokoh bernama Abu yang berusaha menemukan makna hidupnya melalui sebuah perjalanan hidup itu sendiri. Yang ia ketahui, hidup hanyalah sebuah persoalan untuk mencari kebahagiaan. Seperti manusia pada umumnya, ia pun ingin memperoleh kebahagiaan dalam hidup tetapi menolak untuk bekerja keras. Ia menginginkan kebahagiaan secara instan.
Diadaptasikan dalam konteks modern, Kapai-Kapai bisa dianggap sebagai cerita seorang individu yang merasa terombang-ambing oleh arus kehidupan yang tidak dapat mengendalikan kenyataan kehidupan, seperti pencarian identitas, ketakutan akan masa depan, dan penyesalan masa lalu. Terkadang mereka juga terjebak dalam kesendirian dan kebingungan.
Selama perjalanan tersebut, tokoh utama bertemu dengan berbagai karakter lain, yang masing-masing menggambarkan aspek-aspek kehidupan yang berbeda, misal orang yang telah menyerah pada takdir dan orang yang berjuang untuk bertahan hidup atau orang yang telah menemukan kedamaian dalam perjalanan mereka.
Cerita Kapai-Kapai juga menjadi simbol dari harapan, ketidakpastian, dan ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan takdir. Yang terpenting adalah bagaimana menghadapi perjalanan hidup meskipun segala kesulitan selalu ada.
Dengan latar belakang yang lebih kontemporer dan simbolisme yang lebih jelas, Kapai-Kapai menjadi sebuah cerita yang menyentuh tentang bagaimana manusia terus bergerak, meskipun sering kali tidak tahu arah yang harus diambil.***

TEATER LEMBAH MANAH
- Sekolah: MTs Negeri 1 Kudus
- Naskah: Kapai-kapai
- Karya: Arifin C. Noer
- Sutradara: Nur Kholis
- Hari Pertunjukan: 13 Desember 2024
- Pemain: Andika Septian Ramdhani, Janneta Kamila Sajidatuttaqiyya, Safira Nur Putri Mulya, Mim Hamida Tabinasiwi, Zarifah Thufa Emilia Dewi, Radiski Pratama Wibowo, Danendra Farrel A., Hanif Raka Mulya, Radhitya Azka, M. Fakhri Zaidan
- Penata Panggung & Lampu: M. Thamrin
- Penata Rias & Kostum: Izza Zulfana Hidismia; Rizka Nurul Oktavia
- Penata Musik: Reza Kurniawan
- Kru: Reza Kurniawan, S.Pd, Diva Vania Ainusyifa, Anindya Nada Sahita , Arga Samala Jiwangga , Adara Bintang Alwan Putri , Surya Ahmad Labib , Candra Ahmad Ramadhan, Iqnas Iklilul Baqi, Izza Zulfana Hidismia, S.Pd, Salsabila Safira Yusta Ramadhani, Mardhea Queensha Azelina, Rizka Nurul Oktavia, S.Pd, Abigail Carel Timothy, Kayshadevi Bellvania Anwar, Rizki Adi S., Hana Rameyza Mukhbita, Aneta Aulia Rahma, Ahmad Adrik Yusry, Mochammad Irsyad Razin Al Hibrisyi, Fawwas Putra, Mahbub `Aqiila Prasetya, Haryadi Panji W., Ajie Bimo Prakoso, Andra Yumandana, M. Hadyan Aufa, M. Azka Arsyadi, M. Adli Bahiy Hakim, Haidar Arzaqy N.
Sinopsis:
Kemiskinan begitu akrab di kehidupan Abu, seperti pasangan yang tak terpisahkan. Kehadiran Emak seolah menjadi penengah perseteruan antara kemiskinan yang begitu erat memeluknya, dengan iming-iming Cermin Tipu Daya akankah Abu mampu mentalaknya? ***

TEATER CORDOVA
- Sekolah: SMP IT Al-Islam
- Naskah: Liang Langit
- Karya: Asa Jatmiko
- Sutradara: Uswatun Khasanah
- Hari Pertunjukan: 14 Desember 2024
- Pemain: Kukuh Satria Setiyawan, Syaffana Galih Dyah Pramudita, Muhammad Asyraf Birrul Walidain, Zayeda Qitarah Fazma, Muhammad Royyan Saputra, Farah Ashiilah Kamelia, Gladies Putri Nabila, Nizar Febi Praditya, Hisyam Arsyad Wildani, Bagus Maulana Yusuf, Ihsan Rafi Hikmawan, Satria Danadyaksa Putra Ramadhan, Rizky Zaidan Syahfarel, Naysa Trivinaya Widyadhana Hidayat, Janeeta Ramadhani Nugraha, Nadira Lutfun Nisa Stiyo, Nabeela Sadiya Qitarah
- Penata Panggung & Lampu: Miftakhul Rizqi Hisyam
- Penata Rias & Kostum: Fastina Risty Enesia
- Penata Musik: Flavia Aydina Usha
- Kru: Nur Syamsuddin, Nurul Hidayah, S.Pd., Mustofa, S.Pd.I., Ahmad Jalaludin, Hayfa Renata Putri, Alika Adelia Saputra, Raffa Arya Satya, Wifda Najmuddin Fajri, Muhammad Satria Bayu Nugraha, Miftakhul Rizq Hisyam, Rezka Dhea Novana, Jasmine Aulia Putri Hartono, Ceftria Vandra Zildjian Aysha, Flavia Aydina Usha, Bathara Re Syakya, Keisha Luvena Pelangi Ramandani, Fastina Risty Enesia, Zivanna Letisya Bunga Ariyanto, Fathina Nufa Yulyarti, Andhara Eqi Alesya, Nagytha Felcia Asmara
Sinopsis:
Pagi telah terbit di sebuah kota, dan matahari perlahan meninggi seiring dengan lalu lalang pekerja yang tengah bersiap. Satu-dua nampak terburu memasuki pabrik, gedung, dan kantor. Sesekali di sudut lain nampak beberapa pekerja berdiri menantikan rekannya, lalu keduanya saling melempar sapa dan senyum, berjalan beriringan menuju sebuah tempat mencari penghidupan. Deru bising klakson, kendaraan, dering ponsel, menjadi pertanda akan dimulainya pencarian penghidupan di sebuah kota.
***
Pada sebuah dimensi di masa lalu, Langit duduk termangu, seperti menatap ruang hampa takbertepi di hadapannya. Sorot matanya melukiskan beban di otaknya yang berkelindan segala carut-marut kehidupan yang ia jalani. Bapak datang membuyarkan lamunan, membuat Langit seketika terhenyak. Kehadiran Bapak menciptakan perdebatan di antara keduanya. Dengan Bapak, Langit mengutuk nasib buruk yang menimpa dirinya saat ini. Ia merasa segala daya upaya yang ia lakukan takmembuahkan apa pun, bahkan gelar sarjananya juga sedikitpun takmengubah nasib buruk yang kini menimpanya. Perdebatan kian memuncak saat Langit melayangkan protes pada Bapak dan menganggap bahwa kesialan ia jalani saat ini adalah karena kesalahan yang Bapak lakukan pada dirinya di masa lalu. Langit menjadi takberguna, hampa, muak, hingga pada akhir perdebatannya dengan Bapak, hanya menyisakan lengkingan panjang yang meluapkan segala amarah, kecewa, dan ketidakadilan pada nasib hidupnya.
Seperginya Bapak, Sri, istri Langit, lantas datang mendekat, mencoba menenangkan hati suaminya. Meskipun wanita itu tau, bahwa yang ia lakukan juga takbanyak mengubah keadaan. Keadaan semakin pelik, saat Sri mengutarakan perihal persediaan kebutuhan keluarga yang mulai habis. Langit kebingungan dibuatnya. Ia beberapa kali menawarkan solusi, seperti ngutang ke tetangga atau jual sepeda anak mereka. Namun, hal itu justeru menciptakan perdebatan di antara mereka. Langit kembali memprotes keadaan, ia beranggapan bahwa seluruh ketimpangan dan ketidakadilan ini bersebab dari “tangan-tangan besar” yang melakukan upaya terstruktur, sistematis, dan masif. Perdebatan keduanya berakhir dengan tekad Langit yang memutuskan untuk ke kota mencari pekerjaan. Sri yang enggan berpisah dengan Langit, menolak untuk itu – biar Sri saja yang bekerja mencari nafkah, katanya. Namun, Langit telah bulat pada tekadnya, sedang Sri hanya mampu menatap kepergian suaminya.
***
Beberapa lamanya setelah perpisahannya dengan Sri, Langit telah benar-benar sampai di kota dan meninggalkan Sri di kampung halaman. Di kota, Langit bertemu Warti, teman masa kecilnya di kampung yang kini telah sukses menjadi sekretaris sebuah perusahaan. Dengan Wartilah akhirnya Langit mendapat pekerjaan – petugas kebersihan. Sama sekali bukan pekerjaan yang ia inginkan, tapi tak apa daripada tidak sama sekali, pikirnya.
Beberapa lamanya ia telah menjalani pekerjaan sebagai petugas kebersihan itu, tetapi tetap saja pekerjaan itu takbanyak menghasilkan uang. Langit tetap miskin. Ia kembali bertarung dengan pergolakan batinnya.
Di bawah lampu taman kota, saat sedang menjalankan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan, Langit yang sangat idealis justeru harus berhadapan dengan para pekerja lain yang seenaknya sendiri saat bekerja. Ia melayangkan protes, mengapa mereka, para pekerja bukannya bekerja dengan baik malah seenaknya sendiri jogetan saat jam kerja. Jelas hal ini sangat berbenturan dengan idealisme Langit yang berupaya memberikan loyalitas terhadap pekerjaannya. Ia menganggap para pekerja itu sudah tidak benar, tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka. Namun, dengan mereka, Langit juga akhirnya mengakui bahwa ia sudah tidak betah bekerja di sini. Pengakuan Langit membuat para pekerja menertawakannya, menganggap bahwa Langit terlalu gengsi melakukan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan. Langit menjadi geram dibuatnya, ia menyebut para pekerja tidak punya otak telah menyebutnya gengsi. Ucapan langit menyulut amarah para pekerja pria, salah satu dari mereka mendekat, lantas mendaratkan pukulan bertubi-tubi pada tubuh Langit. Langit yang hanya sendiri dengan tubuh kurusnya, takdapat melakukan perlawanan apa pun. Hingga berakhir membuatnya terkapar kesakitan. Di tengah ketidaksadarannya, ia bermimpi bertemu istrinya, Sri.
“Jika kamu capek, pulanglah sebentar, aku membutuhkanmu…”
***
Pandangan yang awalnya gelap menjadi lebih terang, Langit terbangun dari pingsannya. Di tengah hiruk piruk isi kepala, Langit segera melanjutkan pekerjaannya. Tak disangka Bos Alung yang di dampingi oleh Warti datang ke tempat pekerja. Mereka berbincang tentang ambisi Bos Alung yang menginginkan bisnisnya merambat hingga developer atau kontraktor. Langit yang mengetahui Bos dan Sekretaris sedang berada di tempat kerja, segera ingin memberitahu keinginannya kepada Warti, Langit ingin menghutang lagi.
Baiklah, akan Warti beritahu Bos Alung bahwa Langit ingin menghutang untuk makan. Benar saja, Bos Alung yang sudah sering mendapati Langit sering menghutang dan lama membayar hutangnya sehingga tidak cuma-cuma langsung menyetujui permintaan Langit itu. Namun, Warti meninggalkan suatu koper uang. Langit yang awalnya murung, berubah menjadi berbinar dan segera mendekati koper uang tersebut.
***
Dengan perlahan Langit membuka kopor uang, mengendap-endap memastikan takada yang melihat aksinya itu. Tanpa ia sadari telah berdiri Zelda. Sosok spiritual itu telah lama mencari keberadaan pria yang pernah menjadin mantan kekasihnya itu, dia senang akhirnya dapat bertemu kembali dengan Langit. Dalam bayangannya menyaksikan kehadiran Zelda, Langit mengernyitkan dahi, mengingat-ingat kembali salah seorang temannya yang bernama Zelda. Namun nihil, Langit tak mengenali siapa entitas berwujud wanita yang sekarang berdiri di hadapannya. Aku Rohaya, wanita itu. sekretaris BEMnya dulu yang telah mengubah namanya menjadi Zelda. Ia melakukan itu sebab ia ingin lepas dari bayang – bayang masa lalunya yang dianggap sangat memalukan, menjadis aktivis mahasiswa dan seorang demonstran.
Pertemuannya dengan Zelda juga yang akhirnya mengungkap masa lalu kelam Langit, seorang mahasiswa idealis, pemberontak, pendemo, yang paling merasa telah berkorban untuk masyarakat kecil.
***
Wujud Zelda menghilang, kembali Langit dikejutkan dengan entitas lain. Kali ini membutanya lebih tergagap dari sosok yang ia temui sebulumnya. Di hadapannya, Beast, tiga sosok yang menggambarkan sisi buruk Langit – mengingatkan apa yang selama ini telah Langit lakukan. Beast menganggap bahwa Langit benar-benar sudah keterlaluan dalam menjalani kehidupannya. cacian demi cacian dilontarkan oleh Beast. Langit yang tak terima dirinya di caci-maki oleh tiga setan itu pun membantah semua ucapan Beast, terlihatlah suasana geram nan marah.
Langit terlihat terkapar, bingung, sedih. Melihat itu, Box, entitas yang berwujud sisi baik Langit, mendekat padanya.
Box yang tau Langit sudah menyesal hanya tertawa lalu meninggalkan Langit sendiri, sedang Langit tertunduk – tenggelam dalam lautan penyesalan, mengapa ia baru menyadari hal ini? Di ambang penyesalan, putus asa, ia sadar bahwa hakikat hidup yang ia jalani hanyalah menginginkan makna.
***
Pencahayaan yang redup memperlihatkan Sri yang sedang menangis dengan rasa kehilangan yang menghampirinya sambil memeluk bingkai foto yang menampilkan potret Langit…
Sri menegakkan kepalanya, jauh memandang, ia sudah ikhlas, ia siap sadar akan apa yang sudah terjadi, Langit meninggal karena sakit. Tak ada satupun penyesalan yang didapati Sri, ia senang Langit sekarang sudah kembali berkumpul dengan ibunya. Sri tersenyum, Langit sudah memeluk semua rasa dalam kehidupannya, Langit telah bahagia, tenanglah disana, Langit.***

TEATER AMUBA
- Sekolah: SMP 3 Kudus
- Naskah: Badai Sepanjang Malam
- Karya: Max Arifin
- Sutradara: Sri Yulia Prasetiyo, S.Pd., M.Pd.
- Hari Pertunjukan: 14 Desember 2024
- Pemain: Savira Ramadani Harto, Muhammad Fathir Algifachri, Dea Ayu Syaida Nikmah, Adilla Zivana Radhisty, Putri Setiya Lestari, Dyah Ayu Anggraeni, Dafina Zahra Rahmawati, Raffa Davano Arzan
- Penata Panggung & Lampu: Nayla Cinta Ayu Arsatya
- Penata Rias & Kostum: Kirana Alda Faudiyah
- Penata Musik: Raffa Davano Arzan
- Kru: Nur Rahma Nisrina Haq, S.Pd, Maghfiroh, S.Pd, Dra. Wahyu Ediningsih, Mudiningsih, S.Pd, Harry Pujo Wahyono, S.Pd, Eri Haudushofi Mubarod, S.Pd, Wahono, Elisa Debi Septiyani, Dio Satria Adhie, Kirana Alda Faudiyah, Nayla Cinta Ayu Arsatya, Aisyah Zuhra Ramadhani, Aiska Faira, Almira Syifa Budi Riswanda, Farhana Qorri Aina, Callysta Alzena, Devi Yuniata Hakim, Revan Yulia Pratama, Nadia Candraningtiyas, Kevin Rolandsyah, Putri Fidelia Utama, Alfito Fai’rus Iklilludin, Hisyam Aqil Alrasyid, Farel Antony, Breva Na’iosa Sanghika Gardaterra, M.Alif Hasan Purnama, Haikal Hardiansyah Wicaksono, Yusuf Achyar, Alfan Mumtaz, Bintang Satya Aldo, M Michael Yota Al A’raff, Liestiana Rahma, Aqila Kirana Budiman, Anjani Putri Ramandhani, M. Abdullah Khoirul Azyam, Nabila Aliyatin Ni’mah, Azka Syafikul Husna, Alexandra Dannish.
Sinopsis:
Jamil, 24 tahun. Seorang sarjana muda yang memiliki keinginan untuk mengabdikan diri menjadi guru dengan tekad ingin mencerdaskan anak bangsa di pedalaman Klaulan Lombok Selatan.
Saenah, 23 tahun. Wanita cantik yang selalu mendukung dan memberi semangat terhadap Jamil suaminya. Pasangan romantis yang sama-sama berasal dari kota.
Suatu malam yang sunyi dengan sayup-sayup suara jangkrik khas pedalaman, Jamil tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia merasa bosan dengan keadaannya sekarang yang menjadi guru SD di desa sangat terpencil itu. Ia merasa pejabat di sana tidak mengerti dengan keadaan masyarakatnya yang memiliki sekolah yang sudah tidak layak pakai.
Istrinya yang sabar mengingatkannya kembali bahwa pada awalnya Jamil yang sangat menggebu-gebu dengan segala idealisme yang menyala-nyala ingin tetap mengajar di daerah terpencil tersebut.
Dengan semangatnya itu, saat pertama kali menginjakkan kaki di desa Klaulan, ia disambut hangat dan meriah oleh Kepala Desa dan masyarakat. Saenah juga mengingatkan Jamil bahwa masyarakat Klaulan sangat membutuhkannya, tetapi Jamil merasa bahwa masyarakat tidak mengerti dirinya dan ia ingin pindah dari Klaulan. Kemudian Saenah mengatakan bahwa Jamil lah yang tidak mengerti masyarakat.
Saenah mencegah suaminya yang berusaha ingin pindah dari Klaulan. Saenah juga menceritakan bahwa diam-diam ia sangat menghargai suaminya. Jamil mulai menyadari bahwa mungkin dia memang kurang bisa bergaul dengan sekitarnya. Ia kembali menyadari bahwa anak-anak di Desa Klaulan benar-benar membutuhkan bantuannya.
Percakapan terus berlanjut hingga azan subuh. Saenah berkata bahwa sebentar lagi anak-anak dan generasi muda lainnya akan menunggunya. Lalu Jamil pun sudah membuat keputusan bahwa ia tidak akan meninggalkan Desa Klaulan dan akan tetap mengajar di desa itu. Dan Saenah pun berkata kepada suaminya bahwa ia akan tetap bersama untuk selamanya.***

TEATER PRIMA
- Sekolah: SMP 1 Dawe
- Naskah: Wabah
- Karya: Hanindawan
- Sutradara: Warih Bayu Wicaksana, S.S.; Kartika Arum Sari, S.Pd.
- Hari Pertunjukan: 15 Desember 2024
- Pemain: Galih Pradifta Junior, Dina Carisa Satiya, Nafis Bintang Muria Aditama, Misda Eva Rahayu, Naeva Faiha Ariftawidya, Ozzil Ze Putra, M. Yudha Alfairuz, Dicky Pratama, Jelang Ramadhan, Zahira Ufairah Azka, Yuni Isnaini Fazriyah, Febriane Syahla Putri Wahyu Mahardika.
- Penata Panggung & Lampu: Arif Teguh Santoso, S.Kom.; Imam Satria
- Penata Rias & Kostum: Helmi Rosalina Susanti, S.Pd.
- Penata Musik: Kartika Arum Sari, S.Pd.; M. Tirta Risma P.
- Kru: Kartika Arum Sari, Helmi Rosalina Susanti, Ani Iswati, Sifrotul Faroh, Arif Teguh Santosa, M. Tirta Risma Putra, Muhammad Luthfi Ramadhan, Yogi Pratama Setiawan, Nizam Taufiqur Rohman, Imam Satria, M. Ferdy Risky Saputra, Raffi Kurniawan, Qabil Jabbar Hermanto, Daffa Alveda Zada, Danendra Apta Falih, Rafa Dwi Rangga Santoso, Rizal Arga Tri Firmansyah, Muhammad Maulana Alfatirh, Riza Ramawijaya, Arya Dipa Dwi Dharma, M. Ilham Pratama, Raffi Ardian Pratama, M. Nur Abid Saputra, Rizky Lutfi Aditya, Salwa Ayatul Husna, Syifa Aprilita Putri, Anggraini Prita Sari, Tifani Widya Famuji.
Sinopsis:
Drama Wabah bercerita tentang Rusdi yang kebingungan karena kehilangan mukanya. Ia meminta tolong Maman, sang penjaga, untuk ikut mencari mukanya. Ia harus membujuk Maman dengan keras agar Maman mau menolongnya untuk menemukan mukanya yang hilang.
Rusdi menyadari bahwa mukanya hilang karena pintunya diketuk beberapa kali oleh Mak Suri. Ternyata, selain mengetuk pintu rumah Rusdi, Mak Suri juga mengetuki pintu Narsi, Arti, dan juga Liong Lie. Seperti halnya sebuah wabah, mereka semua kehilangan muka dan ingin menemukan kembali muka mereka yang hilang.
Akhirnya mereka—Maman, Rusdi, Narsi, Arti, dan Liong Lie—sepakat untuk bersama naik pesawat mencari muka mereka. Namun, Maman tidak jadi ikut karena ia justru menjadi jalan yang akan mereka lewati. Mereka berempat kemudian naik pesawat bersama-sama dengan satu tujuan: menemukan muka mereka yang hilang. Dalam perjalanan itu, mereka bertemu dengan tokoh lain, yaitu Superman, Gatotkaca, dan para bidadari yang juga kehilangan muka.
Para tokoh kemudian saling bertikai sehingga mereka tercerai-berai. Lalu muncullah badai besar. Mereka kemudian berlindung dan baru menyadari bahwa pesawat mereka telah terjaring. Rusdi, Narsi, Arti, dan Liong Lie pun kebingungan mencari pintu keluar.
Di tengah kebingungan mereka itu, muncullah Balak yang mengaku telah menjaring pesawat mereka. Balak juga mengaku sebagai teman lama yang merasa kasihan melihat mereka kebingungan mencari muka, padahal arus jalan raya masih menggelora. Balak terus memersuasi orang-orang untuk mengikuti kata-katanya.
Mereka berempat merasa bahwa apa yang dikatakan Balak cukup masuk akal. Mereka juga merasakan bahwa muka yang sekarang lebih cocok. Mereka merasa ragu, tapi Balak terus meyakinkan mereka hingga akhirnya mereka pun berbalik arah dari tujuan awal mereka.***

Finalis FTP XIV Tingkat SMA
TEATER DWIJA ARUTALA
- Sekolah: MA Mu’allimat NU
- Naskah: Badai Sepanjang Malam
- Karya: Max Arifin
- Sutradara: Zainuddin
- Hari Pertunjukan: 13 Desember 2024
- Pemain: Wafda Kana Bihafiyya, Alia Nur Hafiza, Firda Saffana, Rahma Dewi Ramadhani, Yumna Safinatun Naja, Mincha Zahra Sania, Aufa Lihab Azhar, Adinda Riyanti, Ja’izah Nur Yasmin, Zilda Lu’luatun Nafisah, Kayla Annisa Assyarifah, Naila Mafaza, Bilqis Fathiyyatul Husna, Cinta Aprilia Putri Hapsari, Nabila Zahrotul Izzah
- Penata Panggung & Lampu: Herlina Nur Cahyati; Tsaniya Arsyada Mazaya
- Penata Rias & Kostum: Rayyanaya Tuhfatun Nafisah; Sivana Akna Falasifa
- Penata Musik: Khumaera Azzahratu Sheva
- Kru: Hj. Khamdanah, S.Pd, Khotib Hidayatullah, S.Pd, Abdul Malik, S.Pd, M.Pd, Zulianah, S.Pd, Lina Layinah, S.Pd, Siti Aristiyani, S.Pd, Setiyani Puspitasari, S.Pd, Henny Rahmawati, S.Pd, Zakiyah An Nafis, S.Pd, Anisa Maulida Fikrotul Ulya, Salma Ni’ma Qorina, Quthaifa Zahra Aurelia, Khubbika Mutayyama, Nabila Zahrotul Izzah , Khumaera Azzahratu Sheva, Tsalisa Zakiyyatun Nisa’, Rayyanaya Tuhfatun Nafisah, Sivana Akna Falasifa, Silvi Richa Handayani, Tsaniya Arsyada Mazaya, Anggi Dwi Aryanti, Itsna Mamba’ul Afroh, Firda Saffana, Aufa Lihab Azhar, Kayla Annisa Assyarifah, Bilqis Fathiyyatul Husna, Cinta Aprilia Putri Hapsari, Herlina Nur Cahyati, Kirana Nafisa Anataya Shafa, Zuhairotul barokah, Zahra Dwi Aulia, Yumna Safinatun Naja, Mincha Zahra Sania, Zilda Lulu’atul Nafisah, Meyla Fatimatuzzahra, Naufalina Maharani, Layudza Silviya, Nuriya Yasmin Aprilia, Anzilna Atmim Nurona, Sayla Rizkia Ramadhani, Ziadatun Ni’matul Ulya, Faya Aulia Putri, Ilma Aulia Noor, Talita Yesika Bernadin, Fica Aulia Azzahra, Athaya Tsalisa Widad, Khusnatul Lailil Muna, Annisa Luthfiana, Fatimatuz Zahro’, Noor Rosyidah Illiyana, Silvia Rohmatul Ummah, Fahrida Khoirun Nisa
Sinopsis:
Di sebuah desa terpencil bernama Randu Belatung kec. Randu belatung kab. Blora dua saudari, Jamilah dan Saenah, menjalani hidup sederhana sembari bertugas untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat. Saenah, kakak yang tegas dan penuh tanggung jawab, bekerja sebagai guru sukarela untuk memberantas buta huruf. Sementara itu, Jamilah, yang lebih muda dan rapuh, merasa terkungkung dalam ketenangan desa yang menyimpan banyak rahasia kelam.
Kisah mereka dipenuhi dengan ketegangan emosional dan konflik pribadi, terutama ketika Jamilah mulai mempertanyakan peran dan kebebasan dirinya dalam hubungan yang terlalu dikendalikan Saenah. Namun, di tengah itu semua, sebuah elemen unik muncul di panggung: sebuah tarian simbolik.
Tarian ini, yang dipentaskan oleh sosok penari tanpa nama, menjadi bagian integral dari narasi. Melalui gerakan dan ekspresi, tarian ini mencerminkan pergolakan batin para tokoh, menggambarkan kegelisahan, harapan, dan ketakutan yang tak terucapkan. Tarian tersebut juga menjadi metafora bagi kehidupan di Randu Belatung—tempat yang sunyi tetapi penuh konflik tersembunyi, tempat tradisi bertemu dengan perubahan, dan tempat cinta bertemu dengan pengorbanan.
Ketegangan memuncak saat sebuah tradisi lama di desa mulai menimbulkan korban dan menyulut konflik antara modernitas dan adat istiadat. Jamilah dan Saenah, meski terpecah oleh perbedaan pandangan, harus bersatu menghadapi masalah besar yang mengancam kehidupan desa dan hubungan mereka sebagai saudari.
Dan perasaan saenah yang bahagia dan perasaan Jamilah seperti perahu di tengah lautan yang terkena badai yang terombang ambingkan sepanjang malam.
Badai Sepanjang Malam adalah sebuah kisah tentang keluarga, pengorbanan, dan perjuangan melawan badai kehidupan yang diwujudkan secara simbolis melalui tarian yang indah namun penuh emosi. Tarian ini menjadi jembatan antara cerita dan penonton, membawa makna mendalam tentang bagaimana badai bisa menjadi bagian dari perjalanan menuju kedamaian.***

TEATER JANGKAR BUMI
- Sekolah: MA Qudsiyyah
- Naskah: Kapai-kapai
- Karya: Arifin C. Noer
- Sutradara: Nur Kholis (Noko Mores)
- Hari Pertunjukan: 14 Desember 2024
- Pemain: Najib Ahmad Multazam, Alfiyan Nailarrohman A., M. Nabil Al’Abqoriyyi B., M. Ragil Saputra, Andre Sigit Saputra, M. Syihabuddin Khilmi, M. Khoirul Rozak, M. Luqman Hanafi, M. Ghufron Halim, M. Wildan Nuyra Ananda U., M. Naafil Ariiq, M. Lucky Satriyo, M. Prayoga Syihabuddin, Abid Muzammil.
- Penata Panggung & Lampu: M. Haidar Najmullail
- Penata Rias & Kostum: M. Rif’an Haris
- Penata Musik: M. Abda’ Uhailal Wafa
- Kru: H. Muh. Ali Yahya, M.Pd, Hasan Mafik, H. Noor Kholis, S.Ag, S.Pd, M. Bagus Prasetiyo, Anas Bahrul Huda, M. Hablunnidhom, Habib Sidiq, M. Haidar Najmullail, M. Wildan Bekti Nughroho, M. Rifyan Syah, Akhmad Zakaria, M. Haikal Indratama, M. Noaf Firmansyah, M. Islahul Hanafi, Arbi Aditiya Pratama, M. Mujib Ridlwan, Wifqi Fuad Maula, M. Fahri Akbar, M. Rif’an Haris, Eri Shofil Fuad, M. Balya Akhsannouva, M. Abda’ Uhailal Wafa, Satria Maulana Cannavaro, M. Sabil Al Faiq, Andika Azka Maulana, M. Naufal Abdillah, A. Zulfa Hasan, M. Farrel Dzaky Naufal
Sinopsis:
Di persimpangan jalan Abu yg penuh kecarut marutan kakek berusaha untuk memberikan solusi pilihan, namun keterhimpitan ke adaan memaksa Abu untuk secepatnya keluar dari tekanan kemiskinan, bapak sepakat dengan pesulap seolah datang seperti oase di tengah kekeringan.
Abu yang sangat kehausan tanpa pikir panjang meminum seteguk harapan itu, akankah menjadi penghilang dahaganya atau justru menjadi racun yg mematikan baginya?***

TEATER AL MA’RUF
- Sekolah: SMA NU AL MA’RUF Kudus
- Naskah: Kapai-kapai
- Karya: Arifin C. Noer
- Sutradara: Dimas Setyo Atmaja, S.Pd.
- Hari Pertunjukan: 14 Desember 2024
- Pemain: Aminah Umar Baagil, Yusrul Falah Aufa, Romario Caesar, Nabila Auliya Rohmah, Romalino Caesar, Danaya Mahanna Nurwantara, Ananda Aulia Putri, Fasya Tirta Eryanto, Amrina Rosyada Multazam, Galih Raditya Syaifullah, Muhammad Rizqy Ariffi, Erlita Fairuza Zaniar, Azriyyah Syahid, Sukma Melati Suci, Chatlina Nathania Zaimatunnisa, Sahasika Ariella Prabaswara, Muhammad Naufal Syafii, Ahmad Maulana Solikhun, Ahmad Maulana Solikhin, Fabio Sabda Mahendra Jiwa, Ahmad Putra Aditya, Nur Abdurrochman, Wahyudi Utomo.
- Penata Panggung & Lampu: Firgo Siwa
- Penata Rias & Kostum: Vania Ardelia
- Penata Musik: Azka Ahda
- Kru: Munafiatul Aimmah, Aldi Syahputra, Dina Olivia, Ameera Darwisya Qaisara, Khanina Najwa Rosyada, Jesica Imelda Stella Angelina, Putri Nur Indah Sari, Muhammad Saesar Dwi Prasetyo, Muhammad Rizka Fahrian Aditiya, Azka Ahda Sabila, Muhammad Fatih Darun Nafis, Muhammad Ismail Marzuqi, Reza Falah Firmandika, Bagus Irfan Maulana, Vania Ardelia, Muhammad Nufail Naisabury, Nusa Atmaja, Jeson Junio, Naysila Said, Seema Seerlena, Eldaffa Aurelio Juan Sandro, Muhammad Andika Alfareza, Firgo Siwa Narukiyosi.
Sinopsis:
Abu adalah representasi dari masyaraka miskin kota yang dimarjinalkan oleh sistem. Ia hanya sebuah sekrup dari mesin raksasa bernama kapitalisme yang terus menerus memeras tenaganya sampai akhirnya habis tenaga kerjanya dan tak dibutuhkan lagi. Jarat kemiskinan yang begitu erat membelenggunya mengakibatkan Abu mengalami krisis moral dalam dirinya. Kemiskinan memaksa Abu dan Iyem mencekik anaknya yang masih bayi . Dengan air mata berlinang Abu dan Iyem terpaksa membunuh anaknya agar ia terbebas dari rasa lapar seperti yang mereka alami.
Kemiskinan yang menjeratnya membuat ia berpaling dari dunia realitas dan mencari kebahagian dalam dunia ilusi yang diciptakan Emak (bukan Emak dalam makna harfiah). Emak dengan dongeng-dongengnya tentang sang pangeran dan putri cina yang senantiasa bahagai berkat cermin tipu daya membuat abu terbuai dalam mimpi panjang dan malas bekerja. Emak terus membuai abu dengan dongeng-dongengnya tentang harapan. Harapan akan diraihnya kebahagian sejati jika abu terlelap tidur. Maka di perintahkanlah sang kelam untuk selalu meyelimutinya dan memerintahkan bulan untuk senantiasa memancarkan cahaya indahnya.
Dalam perjalanan panjang dan melelahkan dalam usaha menemukan cermin tipu daya yang dijanjikan Emak, Abu berpapasan dengan kakek bersama pengikutnya yang setia. Kakek membawa pesan religiusitas namun Abu nampak bingung karena pesan yang dijabarkannya nampak hitam putih dan pikirnya tak mampu menjawab persoalan abu-abu. Ia terus menyusuri jalan mencari ujung dunia. Ketika manusia tak mampu lagi menjawab dimana letak ujung dunia, Abu meminta jawab pada alam: rumput, embun, batu, air. Namun lagi dan lagi alampun tak mampu membuka mata hati Abu.
Hingga sampailah akhir perjalanan yang melelahkan itu. Abu disambut dengan suka cita oleh Emak dan rombongannya. Sebagai penghargaan atas kerja keras dan jerih payahnya Abu dianugerahi mahkota dan tentunya cermin daya yang selama ini diinginkannya. Namun bersamaan dengan itu Emakpun memberi hadiah spesial untuk abu yaitu: doorrrr (tamat).***

TEATER PATAS
- Sekolah: SMA 1 Bae
- Naskah: Kapai-kapai
- Karya: Arifin C. Noer
- Sutradara: Dian Novita Elly, S.Pd., M.Pd.
- Hari Pertunjukan: 15 Desember 2024
- Pemain: Revalina Meutiya Aryani, Mohammad Riski Andika, Sophia Widya Rani, Viona Yekholya Bernike, Zenobia Dhia Qotrunnada Balqis, Ahnaya Ega Sanna, Wilgan Emerald Faza, Iqbal Ramadhan, Muhammad Shahdan Rasyid Yuandana, Keisya Widya Karera, Fanny Imania Dzikri, Keysa Saptania Ananda, Mahanaim Gloria Estella , Rusyda Azka Amalia.
- Penata Panggung & Lampu: Fairuz Nadhirul Akmal
- Penata Rias & Kostum: Citra Argya Rahayu
- Penata Musik: Kresna Dwi Prasetya
- Kru: Dwi Aisyah Ramadani, Kresna Dwi Prasetya, Nisrina Shafaa Nadia Imawan, Florencia Connie Adisti, Fahmi Ardila Akbar, Sakina Lyla Arianti, Dirgaguna Aura Daniswara, Stefanus Ivan Erwanto, Elisa Purmana Adriaan, Damar Tribuwono, Anita Rina Septiasa, Athaya Putri Kirana, Salsabila Shofiyyatul Muthmainah, Citra Argya Rahayu, Widia Ananda Putri, Nisa Ramadhani, Meysilla Indri Wardani, Muhammad Raka Saputra, Rafi Pramudya Arjuna, Felisha Audrey Ramadhani, Yuliana Audyna Savira, Martha Maulida Zahra, Muhammad Harta Maulidin, Farel Priyo Utomo, Prisa Qoirul Huda, Meyckel Adi Putra Sanjaya, Adha Giffary Pratama, Afifa Feby Setiana, Fairuz Nadhirul Akmal, Isnaini Maulida Setyo Lestari.
Sinopsis:
Ujung dunia, Toko Nabi Sulaiman, Cermin Tipu daya. Hal itulah yang sedang dicari Abu. Bagi Abu dengan menemukan ujung dunia, dia akan menjumpai toko Nabi Sulaiman dan di toko itu ia bisa membeli cermin tipu daya. Cermin itulah yang akan membawanya kepada kebahagian abadi. Dengan tipu daya yang dihembuskan oleh Emak, Abu berhasil diperdayakan oleh iming-iming kebahagiaan dunia. Abu berpikir bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan memiliki cermin tipu daya. Bahkan Abu menganggap dirinya adalah pangeran yang selalu bahagia.
Berkat tipu daya Emak Abu semakin jauh dari Tuhan. Abu semakin menyakini bahwa cermin tipu dayalah yang dapat memberikan kebahagiaan. Bahkan Abu malas bekerja sehingga membuat Iyem, istrinya, marah. Sementara kebutuhan hidup semakin banyak karena Iyem sedang mengandung dan akan melahrkan anaknya. Iyem bahkan memiliki niat untuk membunuh anaknya agar beban hidupnya menjadi ringan.
Meskipun kondisi semakin memburuk tidak lantas membuat Abu tersadar. Kebodohan Abu semakin membuat Emak dengan mudah memperdaya Abu. Lewat kesenangan (hiburan) yang diberikan Emak, Abu semakin bersemangat untuk mendapatkan cermin tipu daya tersebut. Iyem sudah meminta Abu untuk mengakhiri pencarian cermin tersebut namun Abu tidak mempedulikannya. Hingga akhirnya Abu menemui ajalnya dalam kesesatan dan kesengsaraan. Hawa nafsunya akan dunia telah membinasakannya. Dengan kematian Abu, menggambarkan matinya hawa nafsu, ambisi, dan keserakahan.***
