Teater Pelajar di Panggung Festival
Oleh: Asa Jatmiko
Di sebuah sudut di kompleks Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, beberapa pelajar tengah menyiapkan seting panggung mereka. Nampaknya seperti sebuah bangunan rumah sederhana. Salah satu dari mereka memaku, menali dan seterusnya. Sementara beberapa yang lain membantunya dari sisi-sisi lainnya. Lalu di sebelahnya, para pelajar putri berlenggak-lenggok, mematut-matut, kemudian terucap beberapa kalimat dialog yang dimainkannya. Beberapa menit lagi giliran nomor urut tampil mereka. Seorang pendamping dan beberapa guru terlihat memberi koreksi, lalu meminta untuk diulang. Di dekatnya, beberapa pelajar lainnya tertawa.

Mereka adalah delapan pelajar dari salah satu kelompok teater pelajar dari 20 sekolah yang tampil sebagai peserta dalam Festival Teater Berbahasa Daerah yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Propinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini telah dilaksanakan pada 3 – 5 Desember 2024, di Teater Arena TBJT Surakarta, sebagai upaya untuk revitalisasi bahasa daerah.
“Festival teater berbahasa daerah ini merupakan salah satu upaya Balai Bahasa Propinsi Jawa Tengah untuk ikut merevitasasi bahasa daerah. Sasarannya adalah anak-anak sekolah menengah, karena diharapkan merekalah nantinya yang akan turut ambil bagian dalam menghidupkan kembali bahasa ibu,” seperti yang disampaikan Dr. Syarifuddin, M.Hum Kepala Kantor Balai Bahasa Propinsi Jawa Tengah. Lanjutnya, “bagaimana caranya, ialah dengan teater. Diharapkan, teater berbahasa daerah ini menjadi media yang menyenangkan bagi mereka.”
Para peserta membuat naskah lakon yang bersumber dari folklore atau cerita rakyat, untuk pertunjukan dengan durasi maksimal 25 menit. Maka muncullah naskah-naskah itu, antara lain: Si Ronggeng, Lengger Dhempet, Babad Pasir Luhur, Baruklinthing Dumadine Rawa Pening, Gunung Wurung, Ngrumat, Gandrik, Banyu Urip, Sesotya Murca Saking Embanan, Sunan Geseng, Joko Lasem lan Pamotan, Gentiri, Naya Gimbal, Ki Ageng Pandanaran, Pageblug ing Kedu, Kelangenane Buta, Kembang Watu Karang, Leluhure Ki Ageng Sela, Ratu Kalinyamat, Kelangan Kelingan. Setiap kelompok teater sekolah menghadirkan pertunjukan dengan lakon dari cerita rakyat yang hidup di daerahnya masing-masing.
***
Sungguh sebuah upaya yang penting dan mulia, di tengah-tengah keprihatinan kita akan pemakaian bahasa daerah di kalangan remaja yang semakin berkurang. Ketika para guru, pendamping bersama para siswa sekolah menengah itu mempersiapkan proses berteater menuju sebuah pertunjukan teater bahasa daerah, mereka tengah secara langsung memberdayakan lagi bahasa daerah. Sejak tim terbentuk kemudian membedah naskah: kosa kata, dialog dan dialek (logat) bahasa daerah dikaji dan dimaknai kembali. Dalam memainkan peran para tokoh, mereka diajak kembali menemukan rasa dan makna dalam setiap kata maupun ungkapan.
Pemakaian bahasa dalam praktek hidup sehari-hari inilah yang menjadi kunci sebenarnya, untuk kita bisa memiliki harapan akan keberlangsungannya. Kita memahami bahasa daerah memiliki kekuatan khas, dalam fungsinya menjaga nilai moral maupun dalam pertarungan budaya global. Teater, yang di dalamnya berisi serangkaian proses, dinamika dan dialektika gagasan dan pemikiran, menjadi sebuah media yang strategis. Tidak hanya berhenti pada pertunjukan, teater dapat membawa mereka melampauinya; mewarisi nilai-nilai moral yang ada dalam khasanah kearifan lokal di daerahnya.
Tidak hanya Balai Bahasa Propinsi Jawa Tengah yang menggelar festival teater. Pada saat yang nyaris bersamaan, di Kabupaten Batang juga ada festival yang dikenal dengan Festival Drama Pelajar Kabupaten Batang. Forum Teater Batang menggelar festival ini pada 11 – 15 November 2024. Kemudian festival teater yang diselenggarakan oleh Teater Djarum, berlangsung dalam dua babak, yakni babak penyisihan dan babak final. Festival ini dikenal dengan Festival Teater Pelajar – Teater Djarum Awards, yang pada tahun 2024 ini merupakan penyelenggaraan ke-14. Festival teater pelajar di Kudus diikuti oleh 23 teater pelajar tingkat SMP, dan 18 teater pelajar tingkat SMA. Babak penyisihan FTP XIV sudah berlangsung 28 Oktober – 5 November 2024, kemudian final berlangsung pada 13 – 15 Desember 2024 di GOR Bulutangkis Djarum Kaliputu, Kudus.
***
Proses Berteater Para Pelajar
Teater adalah salah satu media yang bisa paling lengkap disiplin ilmunya. Akting, seni rupa, tata suara dan cahaya, juga psikologi, ilmu sosial dan humaniora. Oleh karena itulah dalam berteater kita dituntut lebih. Setiap kita yang berteater mungkin tidak menyadari bahwa proses yang kita lakukan, seiring waktu telah membawa kita pada perubahan. Yang tadinya olah vokalnya biasa menjadi lebih koong dan berisi, yang sebelumnya tidak pernah on time menjadi suka tepat waktu. Juga yang tadinya pemalu dan tidak mengerti apa-apa, tiba-tiba lincah menari di atas panggung dengan penuh percaya diri.
Dari sini kita belajar, bahwa menjalani proses berteater bisa jadi kita tak memiliki modal apapun selain kemauan keras. Dan proses yang kita lakukan setiap harinya, telah mengubah menjadi seseorang yang lebih berdaya, bahkan tanpa sempat kita menyadarinya.
Proses berteater telah mempertemukan kita dengan banyak orang, dengan banyak karakter. Kita yang awalnya merasa sudah bisa, di tengah tim kita kemudian menyadari belum bisa apa-apa. Yang semula kita merasa sudah “paling”, kemudian harus menerima kritik dan perbaikan. Masa berproses adalah masa kita berlatih menaklukan diri kita sendiri. Dari kesombongan, egois, tak mau mengalah, dan lain-lain. Siapa yang tidak mampu menaklukan diri, tidak akan bisa belajar banyak.
Untuk menjadikan utuhnya pertunjukan, kita harus rela diasah, dituntun, berjalan menuju sebuah harmoni. Dari sini kita belajar, bahwa proses berteater yang kita jalani, membuat kita semakin utuh sebagai manusia.
Seorang aktor, misalnya, idealnya memiliki olah vokal yang baik, tubuhnya lentur dan lincah dan memiliki kepekaan emosi yang cukup. Sehingga ketika ia memerankan satu karakter tokoh tertentu, ketiga elemen penting itu dipusatkan untuk membentuk citra hidup tokoh yang diperankannya. Tetapi apakah kita sudah menjadi aktor dengan hanya cukup membaca teori-teori keaktoran semacam itu? Tentu saja tidak, bukan? Dalam teater, tahu teori tidak otomatis menjadi. Tahu dan mengerti saja belumlah cukup. Seseorang harus mau terjun langsung, mengalami dan menjalani setiap tahapan prosesnya.
Teater tidak bisa dibangun oleh hanya satu orang. Karena teater adalah re-konstruksi kehidupan itu sendiri. Oleh karenanya, teater melibatkan banyak orang, semenjak gagasan hingga menjadi utuh sebuah pertunjukan. Setiap orang yang ada di dalam tim, harus mau untuk bekerja bersama, berpikiran terbuka, melengkapi kekurangan yang lain dan tidak hanya itu; kita juga dilatih untuk mau menerima setiap masukan dan kritik.
Proses berteater mengajarkan untuk bertumbuh semakin dewasa sebagai manusia. Akan lahir kekuatan besar, bilamana setiap dari kita memainkan peran masing-masing secara optimal. Tidak ada jalan yang mudah untuk mencapai sesuatu yang bernilai. Demikian pula ketika kita mempersiapkan sebuah pertunjukan yang utuh sekaligus menarik untuk dinikmati. Berteater tidak memberi kesempatan untuk “jalan pintas”. Namun justru serba repot dan tak ringan.
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika untuk sebuah pertunjukan teater, semua elemennya merupakan hasil dari artificial inteligent (AI)? Naskahnya hasil dari AI, setingnya gagasan kreatif AI, musik dan lagu-lagunya gubahan AI, lalu dimana kita? Teater, idealnya tetap menjadi ruang terbuka bagi tumbuh-kembangnya kreativitas. Maka kita, manusia, harus hadir secara utuh di dalamnya. Ketika kita mengerti bahwa teater dapat mengembangkan diri kita semakin berdaya, maka kita harus mau repot menjalani prosesnya.
***
Istilah diambil dari kata yang berasal dari Bahasa Yunani “dran”, yang berarti “berbuat, berlaku atau beraksi. Kemudian diserap ke dalam Bahasa Inggris “to act”. Dengan demikian akting menuntut setiap aktor untuk “berbuat, berlaku atau beraksi” di atas panggung sebagai tokoh yang diperankannya. Artinya di sana setiap aktor harus hidup. Ia tidak boleh mati.
Dengan kata lain, teater menuntut kita untuk hidup dan menghidupkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di setiap adegan. Itulah semangat dasar berteater, yakni kehadiran kita yang hidup. Kehadiran yang membawa nilai dan makna.
Karena peristiwa itu harus hidup, maka tidak ada satu pun di atas panggung yang hadir tanpa nilai dan makna. Jangankan aktor, sebingkai foto keluarga yang retak kacanya dan tergeletak di atas rak pun, punya makna.
Pertemuan para pelajar dengan teater, bisa karena banyak hal. Awalnya hanya karena tidak sengaja lihat latihan saja. Ada juga yang sama sekali tidak tahu teater tiba-tiba ditunjuk untuk memerankan salah satu tokohnya. Namun ada juga yang sejak awal telah suka, dan memilih ikut eks-kul teater. Pertemuan mereka yang pertama dengan teater, adalah peristiwa bersejarah di dalam hidup mereka. Apalagi jika di suatu hari nanti kamu memilih dunia seni peran menjadi profesi mereka.
Maka buatlah teater itu memotivasi hidup untuk semakin bersemangat. Buatlah teater yang menggelorakan hidupmu lebih hidup. Karena demikianlah setiap orang yang benar-benar mencintai, yaitu membawa hidupmu semakin bermakna. Tidak ada gergaji yang runcing dan tajam kalau dia tidak pernah diasah dan dipakai. Gergaji yang runcing dan tajam pun akhirnya hanya akan jadi gergaji rapuh dan berkarat jika ia tidak pernah diasah lagi dan dipakai lagi. Untuk melakukan sesuatu yang baik, tak boleh malu. Asah terus kemampuan.
***
Teater pelajar seringkali dianggap sebelah mata. Dianggap tidak lebih dari pertunjukan yang dimainkan oleh anak-anak remaja dengan segala kekurangannya. Padahal, teater pelajar memiliki peran penting dalam menyuburkan tingkat apresiasi kita terhadap seni dan kreativitas.
Kita juga seringkali menganggap bahwa anak-anak remaja kita belum tahu banyak, belum mengerti teater, belum tahu akan sesuatu yang besar dan bermakna. Jika benar begitu, mungkin kita telah keliru. Justru merekalah yang memiliki banyak kejujuran, ekspresi orisinal yang unik, mata air kreativitas yang mengalir tanpa batas.
Kita harus memberikan panggung dan kepercayaan kepada teater pelajar. Agar greget kreativitas mereka terus bertumbuh, dan pewarisan nilai dapat terus dilanjutkan dari generasi ke generasi. Dan untuk misi itulah, barangkali, panggung-panggung festival teater bagi pelajar ini semakin giat diselenggarakan dimana-mana. Semoga.
Asa Jatmiko, Juri FTP XIV Teater Djarum Awards, Juri FTBD (Festival Teater Berbahasa Daerah) I Balai Bahasa Propinsi Jawa Tengah, Sutradara dan Penulis Lakon.
*) Tulisan ini telah dimuat di Suara Merdeka edisi Minggu (15/12) bagian 1 dari 2.